“Analisis Peran Hukum Internasional dalam Tragedi Kemanusiaan di Palestina” Tragedi Kemanusiaan di Palestina”

FKPH FH UII
3 min readFeb 26, 2024

--

Policy Brief

Pendahuluan

Analisis Israel Telah dan Masih Terus Melanggar Berbagai Ketentuan Hukum Internasional 1. PBB membentuk tim pencari fakta yang dipimpin oleh mantan hakim konstitusi Afrika Selatan, Richard Goldstone. Tim tersebut menghasilkan Laporan Goldstone (Goldstone Report) yang menemukan bahwasannya Israel diduga melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tragedi kemanusiaan di Palestina yang dilakukan oleh Israel masih terus berlangsung higga saat ini. Jalur Gaza, Palestina menjadi wilayah yang menerima dampak paling memprihatinkan akibat serangan yang dilancarkan militer Israel sejak 7 Oktober 2023 yang diklaim sebagai serangan untuk mempertahankan diri dari serangan Hamas. Berdasarkan data yang dihimpun oleh United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza, dalam rentang waktu 7 Oktober 2023 hingga 5 November 2023 terdapat 9.770 korban jiwa di jalur Gaza dan sejumlah 141 korban jiwa di daerah Tepi Barat. Serangan Israel tak hanya meluluhlantahkan komplek pemukiman sipil tetapi juga fasilitas lainnya seperti masjid, gereja, universitas, hingga rumah sakit. Tindakan yang dilakukan Israel terhadap Palestina sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Serangan demi serangan yang diluncurkan Israel hingga saat ini tak kunjung diproses secara hukum sehingga banyak masyarakat mempertanyakan peran hukum internasional dalam penyelesaian konflik yang berlangsung hingga puluhan tahun ini. Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), sebagai organisasi internasional yang mengedepankan kedamaian, tampak begitu lemah dalam menangani tragedi ini. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa hukum internasiol membiarkan atau bahkan mendukung tindakan yang dilakukan Israel atas tanah Palestina.

Analisis

  1. Israel Telah dan Masih Terus Melanggar Berbagai Ketentuan Hukum Internasional

PBB membentuk tim pencari fakta yang dipimpin oleh mantan hakim konstitusi Afrika Selatan, Richard Goldstone. Tim tersebut menghasilkan Laporan Goldstone (Goldstone Report) yang menemukan bahwasannya Israel diduga melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam konflik tersebut, Israel telah melanggar Pasal 27 Konvensi Jenewa IV yang melarang penyiksaan, perlakuan kejam, atau hukuman yang tidak manusiawi terhadap warga sipil dan Pasal 33 berupa larangan adanya hukuman kolektif, penghancuran barang-barang bukan militer dan tidak boleh ada serangan yang diarahkan pada sasaran militer yang pada intinya melarang ancaman atau tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menyebarkan ketakutan di antara warga sipil. Selain itu, Israel juga secara meyakinkan telah melanggar Protokol Tambahan I tahun 1997 Konvensi Jenewa Pasal 48 yang menyatakan bahwa serangan harus diarahkan hanya pada sasaran militer dan melarang serangan yang sengaja mengakibatkan kerusakan alam, serta melanggar salah satu prinsip dasar hukum humaniter yaitu prinsip pembedaan (distinction principle).

2. Resolusi oleh PBB Pada tahun 1947, Majelis Umum PBB pernah mengeluarkan Resolusi Majelis PBB 181 yang menyerukan agar wilayah Palestina dibagi menjadi negara Arab dan Yahudi tetapi resolusi tersebut ditolak oleh orang- orang Arab Palestina dan negara-negara Arab karena pembagian wilayah tersebut dianggap berat sebelah. Reaksi dari penolakan tersebut, pasukan zionis secara sepihak mendeklarasikan berdirinya negara Israel pada 1948. Pada tahun-tahun setelahnya bahkan hingga saat ini, PBB terus mengupayakan berbagai resolusi terkait penyelesaian konflik tetapi tidak juga dipatuhi oleh Israel, termasuk penolakan resolusi oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis selaku bagian dari anggota Dewan Keamanan tetap PBB.

3. Hukum Internasional Tidak Efektif dalam Menyelesaikan Konflik Palestina-Israel Pada 16 Oktober 2023, Rusia mengajukan draft resolusi pada sidang Dewan Keamanan PBB yang berisikan seruan untuk melakukan gencatan senjata atas nama kemanusiaan dalam waktu secepatnya, dan mengecam kekerasan dan terorisme yang dilakukan terhadap warga sipil di Gaza. Hasil voting menunjukkan penolakan oleh 3 negara pemegang hak veto yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Penolakan juga terjadi dalam pengajuan draft resolusi oleh Brazil dan Amerika Serikat. Per-tanggal 6 November 2023, DK PBB kembali menggelar sidang tertutup namun resolusi tersebut kembali gagal mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang. Dari fakta hukum yang telah disebutkan, terlihat bagaimana politik kekuasaan sangat mendominasi suatu keputusan (resolusi) yang hendak dikeluarkan baik lembaga maupun organisasi internasional.

Rekomendasi

Pertama, kepada PBB untuk memberikan sanksi tegas terhadap Israel baik secara hukum maupun ekonomi. PBB harus kembali menjadi organisasi internasional yang mengupayakan kedamaian bagi seluruh negara- negara anggotanya. Kedua, kepada PBB untuk meninjau kembali mengenai wewenang hak veto yang dimiliki oleh anggota Dewan Keamanan tetap PBB, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina, karena wewenang “istimewa” tersebut tidak mememenuhi prinsip yang dianut PBB berupa kesetaraan antar negara anggota. Ketiga, kepada Israel harus melakukan gencatan senjata selamanya terhadap Palestina karena gencatan senjata merupakan tindakan yang penting dalam rangka menekan jumlah korban jiwa dari kedua belah pihak sehingga langkah-langkah selanjutnya untuk mengupayakan kedamaian dapat dilakukan secara efektif.

--

--

FKPH FH UII
FKPH FH UII

Written by FKPH FH UII

Forum Kajian dan Penulisan Hukum FH UII | BERBAKTI DENGAN JASA DAN KARYA 🗓️

No responses yet