ANALISIS POTENSI DAN DAMPAK POLITICAL WILL KEBIJAKAN MAKAN BERGIZI GRATIS (MBG) PRABOWO-GIBRAN TERHADAP ASPEK EKONOMI INDONESIA
Pendahuluan
Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran mengusung 8 (delapan) Asta Cita salah satunya adalah Asta Cita ke-4 (empat) yang menimbulkan beragam respons di masyarakat, yakni “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.” yang direalisasikan melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini menimbulkan banyak perdebatan di masyarakat terutama dari segi anggaran yang dinilai Indonesia belum mampu untuk melaksanakannya dengan baik seperti negara-negara lain. Anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program MBG diperkirakan sebesar Rp 450.000.000.000.000 (empat ratus lima puluh triliun rupiah) per tahun dengan asumsi harga per-porsinya adalah Rp 15.000 (lima belas ribu rupiah), dengan nominal yang sangat besar MBG dikhawatirkan membuat utang pemerintah melonjak serta memperbesar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). MBG akan dijalankan menggunakan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebelumnya digunakan untuk pendidikan dan perlindungan sosial dengan rincian Rp 660.000.000.000.000 (enam ratus enam puluh triliun rupiah) untuk anggaran pendidikan dan Rp 500.000.000.000.000 (lima ratus triliun rupiah) untuk anggaran bantuan sosial, maka dengan adanya program MBG ini secara tidak langsung memotong pos anggaran untuk pendidikan dan perlindungan sosial yang berdampak pada kualitas program pemerintah dibidang pendidikan dan perlindungan sosial.
Maka berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disusun beberapa pertanyaan yang terangkum dalam rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana potensi dan dampak Political Will Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo-Gibran terhadap aspek ekonomi di Indonesia?
- Bagaimana penerapan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang efektif di Indonesia?
Pembahasan
1. Potensi dan Dampak Political Will Kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo-Gibran terhadap Aspek Ekonomi di Indonesia
Program MBG yang akan direalisasikan mulai 2 Januari 2025 ini rencananya akan dilaksanakan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) yang dibantu oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada program MBG sebagai pemenuhan political will Prabowo-Gibran, diantaranya yang pertama adalah Anggaran. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Program MBG ini memerlukan anggaran APBN sebesar Rp 450.000.000.000.000 (empat ratus lima puluh triliun rupiah) per-tahunnya, berdasarkan data Kemenkeu per-tahun 2024 ini anggaran belanja negara adalah Rp 3.355.000.000.000.000 (tiga ribu tiga ratus lima puluh lima triliun rupiah), sementara pendapatan negara sebesar Rp 2.802.000.000.000.000 (dua ribu delapan ratus dua triliun rupiah). Bisa dilihat bahwa MBG akan menjadi program dengan beban anggaran terbesar setelah sektor pendidikan dan ditakutkan akan menggeser pos anggaran lain yang dialokasikan untuk program kerja lainnya. Pasalnya ruang fiskal yang tersedia sangat sempit, tanpa adanya program MBG saja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2023 telah defisit sebesar Rp 347.600.000.000.000 (tiga ratus empat puluh tujuh koma enam triliun rupiah), hal ini wajib menjadi prioritas pertimbangan pemerintah jika ingin melaksanakan MBG. Alokasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk pendidikan hanya 18% atau senilai Rp 651.610.000.000.000 (enam ratus lima puluh satu koma enam puluh satu triliun rupiah). Angka ini tidak mencapai mandat minimal dan bahkan menurun dari tahun 2024 yang senilai Rp 665.000.000.000.000 (enam ratus enam puluh lima triliun rupiah). Masuknya anggaran MBG ke pendidikan diduga semata-mata didasari atas posisi pendidikan sebagai pemilik anggaran besar. Pemerintah mengabaikan banyak hal dan secara serampangan memasukkan anggaran MBG dalam anggaran pendidikan tanpa memperhatikan kebutuhan pendidikan di bidang lainnya.
Kedua adalah Pengaruh MBG dari beberapa sektor. Berdasarkan data Gross Domestic Product (GDP) yang menganalisis tingkat kesejahteraan ekonomi suatu negara, MBG dapat meningkatkan sektor industri manufaktur sebesar 18% (delapan belas persen). Tetapi, disisi lain Program MBG ini akan memberikan defisit kepada sektor industri lainnya, sektor industri lainnya mengalami defisit pertumbuhan dalam beberapa kuartal terakhir, seperti. sektor industri pengolahan yang sempat mengalami defisit sebanyak -7,13% (minus tujuh koma tiga belas persen), industri pertambangan dan penggalian, perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan dan asuransi, serta konstruksi juga mengalami defisit yang cukup tinggi. Hal ini menjadi salah satu ketakutan dari berjalannya MBG, jika pos anggaran untuk industri lain beralih pada program MBG ditakutkan pertumbuhan sektor lain akan menurun, seperti contohnya industri konstruksi yang di mana sangat dibutuhkan untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Disisi lain jika kita melihat track record pemerintahan Indonesia, Program MBG ini berpotensi terjadi ladang korupsi, bisa dilihat bahwa Indonesia termasuk jajaran negara dengan tingkat korupsi yang tertinggi (peringkat 115 (seratus lima belas) dari 180 (seratus delapan puluh) negara) dan peringkat ke-4 (empat) negara paling korup se-Asia Tenggara. Terlebih dalam pelaksanaannya sejauh ini tidak ada aturan/regulasi khusus bagi investor yang ingin mendukung program ini, sehingga dapat membuka peluang terjadinya korupsi secara besar-besaran.
Program MBG ini awalnya digadang-gadang akan dilaksanakan sembari mengembangkan perekonomian masyarakat dengan memanfaatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), tetapi faktanya sampai saat ini hasil pertanian lokal Indonesia sendiri belum dapat memenuhi kebutuhan lokal masyarakat Indonesia, hal ini menjadi tantangan besar yang belum teratasi. Bahkan pemerintah menggandeng investor asal Vietnam untuk membangun industri sapi perah di lahan seluas 10 (sepuluh) ribu hektar di Poso, Sulawesi Tengah. Hal ini dilatarbelakangi oleh pasokan susu dalam negeri belum mencukupi untuk kebutuhan MBG, untuk kebutuhan masyarakat lokal sendiri pasokan susu dalam negeri hanya memenuhi 20% (dua puluh persen) kebutuhan masyarakat, sementara untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging, pemerintah juga akan menggandeng 46 (empat puluh enam) perusahaan dari dalam dan luar negeri untuk mendatangkan 1,3 (satu koma tiga) juta ekor sapi.
Ketiga adalah Tekanan Politik dan Regulasi. Hal ini sangat penting untuk dikaji jika MBG diperuntukkan sebagai program jangka panjang, MBG tentunya menjadi target yang rentan akan tekanan politik. Dalam hal ini tentu pemangku kepentingan sangat menyoroti Program MBG terutama terkait anggaran dan efektivitas program. Kesamaan ideologi dan prioritas politik berpengaruh pada anggaran yang dikeluarkan, kualitas dan kestabilan program, serta kebijakan terkait.
Perpres Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional yang dikeluarkan dua bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Mantan Presiden Joko Widodo ini di dalamnya melahirkan BGN yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, hal ini menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran memiliki komitmen politik yang tegas dalam pelaksanaan Program MBG. Tetapi, setelah dikaji lebih lanjut di dalamnya hanya mengatur pelaksanaan dan kebijakan teknis tata kelola pemenuhan gizi nasional, tidak ada aturan yang kongkret mengenai MBG. Padahal peraturan khusus yang mengatur terkait MBG ini sangat diperlukan agar terdapat pedoman yang kongkret mengenai aspek-aspek pelaksanaan yang dilakukan, seperti (1) Standarisasi kualitas dan gizi makanan, (2) Keadilan dan ekuitas, (3) Transparansi dan akuntabilitas, (4) Pengadaptasian program, (5) Kolaborasi sektor, (6) Sasaran program, (7) Sumber dana, (8) Pengawasan, dan aspek-aspek lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan MBG. Maka dari itu perlunya regulasi khusus untuk pedoman pelaksanaan MBG ini, terlebih jika program ini ingin dilaksanakan pada Januari tahun 2025.
Disisi lain, koalisi gemuk Prabowo-Gibran juga dapat dikorelasikan dalam program MBG ini, di mana hal tersebut dapat menjadi kekurangan, seperti (1) Pengambilan keputusan yang lambat dikarenakan banyaknya suara/kepentingan yang diakomodasi yang dapat membuat pengadaan terhambat, (2) Kualitas pengadaan akan menurun karena banyaknya proses negosiasi, (3) Tidak menutup kemungkinan akan lahir konflik internal di dalam koalisi mulai dari pra- pelaksanaan hingga pelaksanaan program. Koalisi gemuk yang diusung pada pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki dampak yang sangat kompleks bagi program MBG.
2. Penerapan Makan Bergizi Gratis yang Efektif di Indonesia
Sasaran dari program MBG ini adalah peserta didik jenjang usia dini hingga pendidikan menengah dan kelompok rentan lainnya (anak usia dini, ibu hamil, dan ibu menyusui) sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi generasi bangsa Indonesia tanpa harus membebani perekonomian kelompok tertentu.
Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu dari negara yang memiliki riwayat stunting tertinggi pada anak-anak dengan populasi stunting sebanyak 21% (dua puluh satu persen). Hal tersebut tidak sesuai dengan standar target stunting menurut World Health Organization (WHO), yakni 20% (dua puluh persen). Melalui program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo-Gibran diharapkan dapat mengatasi masalah stunting yang dialami Indonesia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program MBG ini diantaranya:
a. Distribusi
Pendistribusian MBG harus dipastikan dapat terlaksana dengan jelas dan pasti untuk menjamin kepastian atas pemerataan program ke seluruh wilayah.
b. Kualitas Makanan
Kualitas makanan merupakan inti dari program MBG ini yang menekankan mengenai makanan gratis yang sehat dengan gizi dan nutrisi yang seimbang serta aman untuk dikonsumsi.
c. Keberlanjutan Program
Jaminan bahwa program MBG dapat terlaksana dalam jangka waktu yang panjang.
d. Partisipasi Masyarakat
Keterlibatan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program karena setiap kebijakan memiliki visi untuk menyejahterakan masyarakat.
Melihat hal-hal tersebut, maka patut bagi kita untuk berkaca pada negara-negara terdahulu yang telah sukses melaksanakan program serupa yang relevan dan dapat diterapkan, beberapa diantaranya adalah dua negara di Asia yang telah menerapkan program yang serupa, yakni Jepang dan China.
China telah melaksanakan program makan siang gratis selama beberapa tahun terakhir yang memiliki sasaran kepada anak-anak dan golongan masyarakat kurang mampu yang memiliki visi untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak dan meningkatkan kualitas pendidikan. Hal tersebut telah menjadi sorotan global, pasalnya atas program tersebut China mendapatkan dampak positif, diantaranya mencakup: (1) Peningkatan tinggi badan, (2) Peningkatan prestasi akademik, (3) Mampu mengurangi angka kemiskinan. Setelah dikaji lebih lanjut, terdapat beberapa hal yang perlu di highlight atas keberhasilan negara China dalam melaksanakan program makan siang gratis, beberapa diantaranya:
a. Perencanaan Pemerintah yang Matang
Pemerintah China melakukan persiapan yang sangat maksimal, mulai dari sumber dana dan pengalokasiannya, keseimbangan gizi pada menu yang disajikan sesuai pertimbangan ahli gizi, hingga pembangunan fasilitas dan infrastruktur dalam sekolah untuk menjaga kebersihan makanan.
b. Evaluasi Berkala
Pemerintah China juga melakukan pengawasan ketat dengan evaluasi berkala yang dijalankan dengan sangat baik sehingga negara dapat melihat efektivitas program secara real time dan mempersiapkan langkah preventif, terutama yang berkaitan dengan kualitas makanan dan pendistribusian makan siang gratis ke lapisan masyarakat.
c. Komitmen Politik yang Sehat
Hal ini berkaitan dengan komitmen politik yang sehat, di mana Pemerintah China memiliki komitmen yang tegas untuk menjadikan program makan siang gratis tersebut sebagai program yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sementara, di Jepang sendiri juga menganut sistem dan prinsip yang serupa, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang perlu di highlight dalam hal ini, diantaranya:
a. Sasaran dan Tujuan
Menyesuaikan dengan kebijakan fiskal Pemerintah Jepang, sasaran dari Program Makanan Bergizi Gratis di Jepang ini memiliki sasaran kepada siswa di pedesaan atau keluarga berpenghasilan rendah. Selain berfokus kepada memberikan gizi yang seimbang, Pemerintah Jepang juga memiliki misi untuk mendidik anak sejak dini terkait pentingnya pemenuhan gizi yang seimbang.
b. Menggunakan Produk Lokal
Hal ini dapat kita adopsi dalam pelaksanaan MBG di Indonesia dengan mengimbangi hasil pertanian lokal terlebih dahulu dan memanfaatkannya agar dapat meningkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur. Selain itu alih-alih menggunakan perusahaan-perusahaan besar, pemerintah diharapkan juga dapat mendukung ekonomi daerah dengan memanfaatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Memanfaatkan UMKM lokal juga dapat menjadi upaya untuk menghindari praktik Conflict of Interest dan korupsi dari politisi-politisi yang memanfaatkan bisnis-bisnis besar mereka terhadap program MBG ini. Hal ini juga telah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 dengan diwajibkannya alokasi 40% (empat puluh persen) bagi UMKM dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP).
c. Edukasi Gizi kepada Siswa-Siswi
Program yang dikenal dengan sebutan “Kyushoku” ini berfokus kepada anak. Pemerintah Jepang ingin mendidik siswa-siswi di Jepang mengenai pentingnya pemenuhan gizi dan nutrisi yang seimbang dan memakan makanan yang bersih dalam tumbuh kembang sedari dini. Di Indonesia sendiri hal ini dapat diadopsi karena berdasarkan penelitian pengaruh besar dari kebiasaan makan keluarga adalah edukasi mengenai gizi, maka diperlukan pendidikan gizi kepada ibu setidaknya tiga kali sebulan.
Simpulan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung oleh Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran dalam Asta Cita ke-4 (empat) memiliki potensi untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia dengan tujuan mengatasi masalah stunting, meningkatkan pemenuhan gizi, serta mutu pendidikan. Tetapi, program ini juga memunculkan tantangan serius terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama terkait besarnya anggaran yang diperlukan, potensi tekanan terhadap pos anggaran penting yang mempengaruhi kualitas program-program lainnya, serta risiko ketidakstabilan fiskal. Pelaksanaan program ini membutuhkan dana APBN sebesar Rp 450.000.000.000.000 (empat ratus lima puluh triliun rupiah) per-tahun, yang dapat menggeser alokasi anggaran untuk sektor lain, seperti pendidikan dan perlindungan sosial, dan sektor lainnya. Di sisi lain, tantangan yang lebih kompleks muncul dalam bentuk potensi korupsi, potensi konflik internal koalisi gemuk yang dapat mempengaruhi kualitas program, ketergantungan pada impor pangan, serta distribusi dan akuntabilitas yang efektif.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat saran yang dapat penulis berikan yang tercantum dalam beberapa poin berikut:
- Perencanaan anggaran yang lebih komprehensif, perlu adanya pertimbangan kembali terkait sumber dan alokasi anggaran MBG untuk menghindari ketergantungan pada hutang.
- Pengkajian dampak MBG terhadap seluruh sektor perekonomian dan industri dengan lebih mendalam.
- Pembentukan regulasi khusus terhadap MBG untuk dapat mengatur mekanisme teknis pelaksanaan dan persiapan dengan lebih komprehensif.
- Edukasi gizi kepada masyarakat, hal ini sangat. dibutuhkan agar setiap lapisan masyarakat dapat membudayakan kebiasaan makan sehat yang berkelanjutan. Perlu adanya kesadaran sejak dini dari masyarakat itu sendiri terkait kebutuhan gizi.
- Pengawasan dan Evaluasi Berkala untuk menjaga efektivitas dan akuntabilitas program, pemerintah perlu menerapkan mekanisme pengawasan berkala dan evaluasi independen guna mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan yang mungkin muncul selama pelaksanaan.
Jika Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki komitmen atas Program MBG tersebut maka perlu memperhatikan aspek-aspek tersebut. Dengan komitmen politik dan sistem yang baik, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan sejahtera.
Disusun oleh: Herlinda Nurrizka A’yun & Muhammad Rizky Amarullah