DILEMA ETIS DAN PEMBANGUNAN REGULASI: PRO KONTRA ARTIFICIAL INTELLIGENCE SEBAGAI SUBJEK HUKUM

FKPH FH UII
3 min readDec 4, 2024

--

PENDAHULUAN:

Pada era yang serba cepat seperti sekarang ini dibutuhkan piranti penunjang untuk memudahkan segala kebutuhan manusia. Salah satu karya cipta terbesar pada dekade ini adalah penciptaan kecerdasan buatan yang dapat memberikan berbagai fasilitas pelayanan kepada manusia nyaris dalam bidang apapun. Disrupsi teknologi saat ini berdampak terhadap manusia karena semakin dihadapkan dengan tantangan untuk menyeimbangkan kemajuan dengan etika dan tanggung jawab dalam penggunaannya.

Kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan nama Artificial Intelligence (AI) memiliki kemampuan untuk melakukan satu ataupun banyak hal yang mengandalkan serta memerlukan kecerdasan-kecerdasan seperti apa yang bisa dilakukan oleh manusia. AI adalah cabang ilmu komputer yang berkaitan dengan pembuatan mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia. AI memungkinkan mesin untuk belajar dari pengalaman, menyesuaikan dengan input baru, dan melakukan tugas-tugas manusia. Melalui kemajuan teknologi AI kini terimplementasi pada berbagai aplikasi, mulai dari pemrosesan bahasa alami hingga pengenalan pola dan pembelajaran mesin.

ISI:

Kecanggihan yang terdapat pada AI kini menuai perdebatan panjang. mengenai AI sebagai subjek hukum. Hal ini. ini telah melibatkan berbagai pihak dan teori hukum yang kemudian terpecah menjadi dua kubu, yakni pihak pro dan kontra. Pendukung gagasan AI berpendapat. AI harus menjadi subjek hukum. Dalam gagasan tersebut. berpandangan bahwa AI yang sedemikian canggih harus memiliki kewajiban tertentu atau paling tidak bertanggung jawab dimuka hukum atas tindakannya. Sedangkan di kubu yang lain cenderung mempertanyakan apakah entitas non-manusia memiliki suprastruktur atau kapasitas moral yang cukup untuk berpartisipasi dalam sistem hukum.

Kedudukan hukum AI di Indonesia sendiri belum diatur secara khusus dalam undang-undang yang berlaku saat ini. Namun, AI dapat diperlakukan seperti entitas hukum dan memiliki tanggung jawab hukum dalam beberapa kasus, sehingga dapat dikatakan. AI dapat dianggap sebagai subjek hukum. Hal ini berarti bahwa AI dapat memiliki hak dan kewajiban hukum seperti perusahaan atau individu. Sebagai subjek hukum, AI dapat mengikat kontrak dan bertanggung jawab secara hukum atas tindakan yang dilakukan oleh AI tersebut. Kedua, AI dapat diatur oleh undang-undang yang mengatur hal-hal terkait teknologi. Beberapa undang-undang yang dapat berlaku untuk AI adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024. tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Hak Cipta.

Ada beberapa kasus yang bisa dilihat dari kemajuan teknologi AI ini. Prof Nguyen mencontohkan kasus, seperti kasus pengajuan gugatan class-action terhadap perusahaan pengembang AI. Seperti GitHub copilot Lawsuit yang diajukan pada bulan November 2022 sebagai gugatan class-action pertama terhadap GitHub yang dimiliki Microsoft, Silverman v. OpenAI (2023) yang mengkomplain model ChatGPT ditunding telah dilatih untuk menghasilkan versi turunan yang melanggar hukum dari karya hak cipta penggugat. Dari hal ini dapat dilihat bahwa kasus pelanggaran yang menyangkut AI sangatlah banyak. Seharusnya jika pelanggaran hal ini terjadi harus ada sikap pertanggung jawaban dari AI.

Selain itu, dari kasus-kasus yang ada mencerminkan seberapa pentingnya pertanggungjawaban hukum untuk teknologi AI. Dengan semakin banyaknya pengguna AI, maka akan semakin banyak juga pelanggaran yang akan dilakukan. Perkembangan AI juga berdampak meluas termasuk dalam aspek hukum. Lebih lanjut AI memiliki sisi lain yang perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan kritis yang memiliki kemungkinan dapat terjadi abuse atau misuse dari AI pada sektor sektor pendidikan umum, praktik hukum, ataupun kebijakan. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan regulasi yang ketat dan memastikan adanya keterbukaan dalam pengembangan serta penggunaan AI. Dengan hal ini diharapkan nantinya penggunaan AI dapat meminimalisir risiko pelanggaran dan bahkan nantinya teknologi AI ini berguna untuk hal bermanfaat demi kebaikan.

KESIMPULAN :

Dalam konteks ini, dapat ditegaskan bahwa kemajuan teknologi khususnya dalam bidang kecerdasan buatan, menghadirkan tantangan yang signifikan terkait kedudukan hukum dan juga etika. Perdebatan mengenai apakah AI seharusnya dianggap sebagai subjek hukum mencerminkan dua pandangan utama: satu yang mendukung tanggung jawab bagi AI, dan yang satu lagi yang mempertanyakan dari segi etika atau moralitas non-manusia. Meskipun di Indonesia sendiri belum mengatur secara khusus mengenai AI, namun dalam konteks tertentu ada kemungkinan AI diperlakukan sebagai entitas hukum, yang dalam hal ini merujuk kepada UU ITE dan juga UU Hak Cipta. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang lebih signifikan mengenai teknologi ini, yang sejalan dari hukum maupun secara etika.

--

--

FKPH FH UII
FKPH FH UII

Written by FKPH FH UII

Forum Kajian dan Penulisan Hukum FH UII | BERBAKTI DENGAN JASA DAN KARYA 🗓️

No responses yet