Dominasi Elit Politik Hukum dan Partisipasi Publik dalam Mengkritisi Proses Legislatif Pembentukan UU IKN yang Terburu-buru

FKPH FH UII
7 min readFeb 12, 2025

--

ABSTRAK

Dalam sistem demokrasi modern, partisipasi publik merupakan elemen krusial dalam proses pembentukan kebijakan dan perundang-undangan. Namun, realitas politik seringkali menunjukkan adanya ketegangan antara kebutuhan untuk menghasilkan produk hukum secara efisien dan pentingnya melibatkan masyarakat secara bermakna. Kasus pembentukan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) menjadi contoh nyata dari dilema ini, di mana proses legislasi yang terburu-buru telah memicu kritik dari berbagai kalangan. UU IKN, yang disahkan pada Januari 2022, merupakan landasan hukum bagi pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Meskipun proyek ini memiliki signifikansi nasional yang tak terbantahkan, proses pembentukannya yang singkat – hanya 42 hari kerja – telah menimbulkan pertanyaan serius tentang kualitas partisipasi publik dan deliberasi yang memadai.

Kata Kunci: Partisipasi publik

Pendahuluan

Pembentukan UU Ibu Kota Negara (IKN) telah menuai banyak kritik karena dianggap terburu-buru dan kurang melibatkan partisipasi publik dalam proses legislasinya. Proses pembuatan ini dinilai hanya melibatkan segelintir pihak, terutama para pemimpin politik dan kelompok pengusaha, tanpa melibatkan ruang yang memadai bagi keterlibatan langsung masyarakat yang akan terkena dampak dari pemindahan ibu kota tersebut. Kurangnya partisipasi publik ini terlihat dari minimnya kesempatan bagi masyarakat untuk berdialog atau menyampaikan pendapat mereka terkait rencana pemindahan ibu kota. Proses legislasi yang terbatas ini tidak sejalan dengan prinsip- prinsip demokrasi partisipatif, dimana masyarakat seharusnya memiliki hak dan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan Keputusan yang akan memengaruhi kehidupan mereka secara langsung.

Kritik juga ditujukan pada kurangnya transparansi dalam pembuatan UU IKN. Banyak pihak menilai bahwa informasi mengenai proses perencanaan, pengambilan Keputusan, dan dampak potensial dari pemindahan ibu kota tidak disampaikan secara terbuka dan menyeluruh kepada publik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada kepentingan-kepentingan tertentu yang mungkin lebih diutamakan dibandingkan kepentingan masyarakat luas. Kurangnya partisipasi publik dan transparansi dalam proses legislasi UU IKN ini juga dapat mengatasil legitimasi dan dukungan publik terhadap proyek pemindahan UU IKN. Hal ini berpotensi menimbulkan resistensi dan konflik di masa depan, yang nantinya dapat menghambat implementasi proyek tersebut.

Partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan sangat penting karena memungkinkan Keputusan yang lebih akurat dan berbasis pada kebutuhan masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses ini, pembuat kebijakan dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai tantangan dan harapan yang dihadapi oleh komunitas. Hal ini tidak hanya menciptakan kebijakan yang lebih relevan dan efektif, tetapi juga meningkatkan legitimasi dan akuntabilitas kebijakan yang dihasilkan. Ketika masyarakat dilibatkan, mereka cenderung lebih mendukung dan mematuhi kebijakan tersebut, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan implementasinya.

PEMBAHASAN

  1. Politik Hukum dan Proses Pembentukan UU IKN

Politik hukum menurut Padmo Wahjono yang menyatakan bahwa pada intinya, politik bukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Berkaca dari definisi tersebut, artinya dalam setiap produk hukum yang dibentuk oleh pihak-pihak yang berwenang, terdapat pertimbangan atau pengaruh dari politik hukum itu sendiri. Hasil Penelitian menunjukan bahwa politik hukum memiliki pengaruh yang substansial dalam perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara. Perubahan ini mencerminkan bagaimana kekuatan politik dan kepentingan berbagai pihak berinteraksi dalam membentuk kebijakan hukum yang berkaitan dengan pembentukan ibu kota baru. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normative, dengan tiga pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini, Pendekatan Perundang-undangan (statute apporach), Pendekatan konseptual (conceptual approach) dan Pendekatan kasus (case approach).

Proses pembuatan UU IKN menjadi sorotan publik karena sangat cepat dan minimnya partisipasi masyarakat dalam prosesnya. Pengesahan UU IKN menjadi topik yang selalu diperbincangkan semenjak proses legislasi dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan sampai tahap pengundangan. Keputusan untuk memindahkan ibu kota negara diawali dengan Peraturan Presiden (Perpres) 2019 yang secara sepihak menetapkan lokasi Nusantara tanpa melalui proses konsultasi atau diskusi mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan. Setelah Perpres diterbitkan, proses legislasi UU IKN segera dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) dan disahkan dalam waktu yang sangat singkat.

Politik hukum memiliki hubungan yang erat dengan naskah akademik UU IKN. Keberadan naskah akademik ini bertujuan agar produk hukum yang dibentuk sesuai dengan pencapaian tujuan dan dapat dilaksanakan. Pada proses pembentukan UU IKN, kualitas naskah akademik ini patut dipertanyakan, terutama terkait dengan Landasan Filosofis, Landasan Sosiologis dan Landasan Yuridis, yang terkesan sangat dangkal. Kepentingan ekonomi juga memainkan peran besar, terutama dalam proyek pembangunan IKN yang melibatkan pengusaha besar, yang memiliki kedekatan dengan penguasa, menciptakan potensi konflik kepentingan yang dapat mengabaikan aspirasi masyarakat. Dominasi elit politik dalam pengambilan keputusan ini mengesampingkan keterlibatan publik, yang seharusnya menjadi bagian integral dari proses legislasi negara demokratis. Lebih jauh lagi, dalam konfigurasi politik Indonesia saat ini menunjukkan konfigurasi politik yang demokratis sehingga karakter produk hukum yang mesti dihasilkan dari revisi UU IKN selayaknya responsif meskipun dengan berbagai kekurangan yang dihasilkan nantinya.

2. Minimnya Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU IKN

Dalam pembentukan UU IKN ini sayangnya unsur partisipasi publik tetap tidak memenuhi kriteria partisipasi yang bermakna sesuai dengan prinsip meaningful participation. Dimana prinsip ini model partisipasinya yang digunakan adalah memaksimalkan keterlibatan, kolaborasi, serta pemberdayaan ide-ide Masyarakat untuk menunjang perencanaan pembangunan.

Hal ini tidak lain dari dampak terburu-burunya proses pembentukan UU IKN yang hanya dilakukan selama 43 hari saja. Waktu yang begitu singkat, sudah dipastikan bahwa ruang partisipasi yang dimiliki masyarakat sangat kecil. Dalam UU IKN bahkan hanya memerlukan waktu selama 17 hari untuk mendapatkan konsensus bersama dari para pihak-pihak yang terdampak langsung. Analisis kepentingan politik yang mendasari pemindahan ibu kota negara, antara lain untuk memusatkan kekuatan politik dan ekonomi di wilayah baru, memperkuat pengaruh elit politik yang ada, dan menciptakan proyek besar yang berpotensi meningkatkan dukungan elektoral bagi pemerintah.

Proses pembentukan UU IKN cenderung dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan diskusi terbuka yang memadai dengan masyarakat. Meskipun pemerintah mengklaim telah mengadakan sejumlah konsultasi, namun banyak pihak merasa bahwa proses ini tidak melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas, terutama mereka yang akan terkena dampak langsung dari pemindahan ibu kota. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan menjadi ibu kota negara baru, yaitu Kalimantan Timur, merasa tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Hal ini menambah ketidakpuasan karena kebijakan yang diambil justru lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dan politik pemerintah pusat, bukan berdasarkan pada kebutuhan masyarakat lokal.

Pengesahan UU IKN dalam waktu yang relatif cepat tanpa melibatkan proses partisipatif yang cukup menambah kesan bahwa proses legislatif ini lebih didorong oleh kepentingan politik yang mendesak ketimbang oleh kebutuhan untuk melibatkan masyarakat dalam merumuskan kebijakan. Pembahasan yang terburu-buru dan tidak transparan mengurangi peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan yang konstruktif. Partisipasi publik yang baik memerlukan akses informasi yang transparan dan memadai terkait dengan proses pembuatan kebijakan. Sayangnya, dalam kasus UU IKN, informasi yang tersedia untuk publik sangat terbatas, dan hanya sebagian kecil masyarakat yang memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau kritik terhadap rencana tersebut.

3. Kepentingan Politik dan Kesenjangan dalam Proses Legislatif

Pemindahan ibu kota negara tidak hanya berkaitan dengan kepentingan politik, tetapi juga kepentingan ekonomi yang kompleks dan saling terkait. Proyek pembangunan IKN melibatkan banyak pengusaha besar yang memiliki koneksi dekat dengan elit politik menciptakan jaringan kepentingan yang rumit antara sektor publik dan swasta. Konflik kepentingan muncul ketika kebijakan yang diambil cenderung lebih mengutamakan keuntungan ekonomi bagi segelintir elit daripada kesejahteraan umum. Situasi ini mencerminkan fenomena yang lebih luas dari kapitalisme kroni, Dimana kebijakan publik dipengaruhi oleh hubungan pribadi antara pejabat pemerintah dan elit bisnis hal ini dapat membuat ketimpangan dalam proses legislatif.

Ketika elit politik lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek, seperti dukungannya dalam pemilu atau proyek-proyek yang menguntungkan secara ekonomi, kebijakan seperti UU IKN bisa lebih mudah diterima meskipun tidak mencerminkan kebutuhan rakyat. Proses pembuatan UU IKN yang terburu-buru dan minim transparansi semakin memperkuat anggapan bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan untuk kepentingan elit daripada masyarakat. Kebijakan yang dihasilkan dalam konteks ini sering kali tidak mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas. Penting untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan.

Partisipasi publik dalam politik hukum bukan hanya sekedar kewajiban moral, tetapi merupakan elemen yang sangat penting dalam membangun negara hukum yang demokratis. Keterlibatan publik dalam proses legislasi berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyat, memungkinkan terciptanya kebijakan yang lebih insklusif dan adil. Keterlibatan publik tidak hanya meningkatakan kualitas kebijakan, tetapi juga memperkuat legitimasi hukum. Untuk memastikan bahwa proses pembuatan kebijakan seperti UU IKN melibatkan berbagai pihak, penting untuk mengadopsi pendekatan yang lebih terbuka dan partisipatif. Pentingnya partisipasi publik juga mencakup pengakuan terhadap hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai kebijakan yang sedang dibahas. Transparansi dalam proses legislasi memungkinkan masyarakat untuk memahami implikasi dari kebijakan tersebut dan menilai apakah kebijakan itu sejalan dengan kepentingan mereka. Dengan demikian, edukasi publik tentang proses legislasi dan isu-isu terkait menjadi sangat krusial.

Kesimpulan

Di era demokrasi saat ini, penting bagi pemerintah untuk mengedepankan prinsip transparansi dan inklusivitas dalam setiap proses pengambilan keputusan. Karena partisipasi publik dalam politik hukum merupakan elemen krusial dalam membangun negara hukum yang demokratis. Pembentukan UU IKN merupakan contoh nyata dari dominasi elit politik dalam pembuatan kebijakan yang terkesan terburu-buru dan mengabaikan partisipasi publik. Politik hukum dalam proses pembentukan ini lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik jangka pendek dan pengaruh kekuatan elit yang terpusat, mengabaikan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan

keputusan. Minimnya partisipasi publik dalam proses legislasi ini berisiko menimbulkan ketimpangan sosial, melemahkan legitimasi hukum, serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pemerintah harus meningkatkan transparansi dan keterlibatan publik dalam setiap tahapan pembuatan undang-undang, terutama yang berdampak langsung pada masyarakat. Pengadaan forum diskusi publik dan konsultasi lebih luas akan membantu memastikan bahwa kebijakan yang diambil lebih mencerminkan kebutuhan masyarakat. Mengingat pentingnya peran masyarakat dalam pembentukan hukum yang adil, perlu ada kebijakan yang lebih membuka ruang bagi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam proses legislasi. Agar masyarakat dapat memahami secara jelas dampak kebijakan yang akan diterapkan, diperlukan sosialisasi yang lebih intensif dan mendalam terkait dengan kebijakan besar seperti UU IKN.

Daftar Pustaka

Choirul, M. (2019). Ada 6 Alasan Utama Ibu Kota RI Harus Pindah dari Jakarta. CNBC Indonesia.http://cnbcindonesia.com/news/20190430124613-4-69663/ada-6-alasan-

utama-ibu-kota-ri-harus-pindah-dari-jakarta. Diakses pada 7 November 2024

Kurniawan, Trijono, Suryani. (2024). Analisis Yuridis Pemindahan Ibu Kota Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara. Karimah Tauhid, 3(6). 6434–6441

Benia, Nabilah. (2022). Politik Hukum dalam Proses Pemindahan Ibu Kota Negara melalui Pembentukan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN). Jurnal Hukum Lex Generalis, 3(10). 814–820

Haryanti, A. (2022). Politik Hukum Disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara. Jurnal Legislasi Indonesia, 19(3), 307–319.

Marpaung, L. A. (2012). Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk Hukum (Suatu Telaah dalam Perkembangan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia). Pranata Hukum, 7(1), 1 – 14

Disusun oleh: Tsaniya Azzahra & Alanis Shakespeare Von Jessycho

--

--

FKPH FH UII
FKPH FH UII

Written by FKPH FH UII

Forum Kajian dan Penulisan Hukum FH UII | BERBAKTI DENGAN JASA DAN KARYA 🗓️

No responses yet