Keberpihakan Hukum Pada Obyek dan Situs Bersejarah Sebagai Pilar Fundamental Bangsa

FKPH FH UII
4 min readDec 20, 2023

--

Sumber Gambar: Wikipedia

“Sejarah adalah siapa kita dan mengapa kita seperti ini”.

Demikian itu yang diucap oleh sejarawan asal negeri paman sam David McCullough. Sungguh sejarah menjadi fundamental bagi suatu bangsa dan peradaban manusia, proses dari sejarah yang panjang penuh perjuangan menciptakan ragam problematika yang menghasilkan perkembangan pikiran suatu bangsa, sejarah lah yang mendasari mengapa anak bangsa memiliki tekad nasionalisme, maka jika kita melupakan sejarah teriris lah hubungan yang semula kekal abadi menjadi sebatas hari kemarin, juga mengkhianati ucapan sang proklamator,

“JASMERAH, Jangan melupakan sejarah”.

Dampak yang berbahaya jika suatu bangsa lupa akan sejarah nya maka hilang pondasi pilar dan mudah terkontaminasi pemikiran yang tidak ada hubungan dengan kesejarahan nya.

Sumber Gambar: Tribun Jogja

Kerusuhan yang terjadi pada Minggu 4 Juni 2023 di daerah Jalan Taman Siswa Yogyakarta kemarin besar dilirik oleh khalayak ramai, sebab di tengah pertikaian yang terjadi ada objek bersejarah yang menjadi korban di dalamnya, mengutip dari TribunsTrens.com, di antara sejumlah kerusakan fasilitas, kursi peninggalan Ki Hadjar Dewantara yang selama ini disimpan di museum tersebut turut rusak, pot-pot serta pintu museum jebol akibat aksi massa.

Sayang seribu sayang, luapan emosi sekejap menghilangkan sejarah yang panjang dalam sekejap pula, dalam booklet Museum Dewantara Kirti Griya yang dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta dan yayasan Museum, sungguh peristiwa lampau yang terjadi di kursi-kursi dan beranda rumah itu lah Pendidikan yang diusahakan berdikari dari penjajah untuk anak bangsa ini lahir.

Lantas dengan pengantar diatas apa peran, kemanfaatan, dan perlindungan hukum terhadap benda bersejarah? Pandangan dunia internasional terhadap perlindungan benda cagar budaya sudah dilakukan dengan melakukan Konvensi Den Haag Tahun 1899 dan Tahun 1907, Konvensi Den Haag 1899 tertuang pada artikel 27 “Dalam pengepungan dan pengeboman, semua langkah yang diperlukan harus diambil sejauh mungkin untuk menyisihkan bangunan yang ditujukan untuk agama, seni, ilmu pengetahuan, dan amal, rumah sakit, dan tempat-tempat di mana orang sakit dan terluka dikumpulkan, asalkan tidak digunakan pada waktu yang sama untuk tujuan militer”. Disitu jelas menyatakan bahwa benda-benda seni, benda yang berhubungan dengan unsur-unsur keagamaan, rumah sakit, atau tempat yang didalamnya ada orang yang terluka dan sakit, selama tempat itu tidak dijadikan bagian dari objek militer, maka bangunan tersebut tidak boleh diserang.

Ditegaskan ulang pada Konvensi Den Haag Tahun 1907 yang garis besarnya tetap sama menitikberatkan bahwa tempat ibadah, tempat bersejarah, rumah sakit dan tempat menampung orang sakit tidak boleh diserang, bahkan ada sanksi untuk seseorang yang memerintahkan menyerang pada tempat-tempat yang disebutkan diatas. penghormatan lain terhadap benda bersejarah terdapat pula pada Pakta Roerich 1935 perlindungan benda budaya mencakup museum bersejarah, pusat ilmu pengetahuan, benda seni pusat Pendidikan harus dihormati dan dilindungi oleh para pihak ketika sedang berkonflik.

Lalu bagaimana dengan Instrumen Hukum Nasional merespon pada persoalan ini? Pemerintah Indonesia ikut andil dan meratifikasi Konvensi Den Haag Tahun 1954 melalui KEPPRES №243 Tahun 1966. Museum Ki Hajar Dewantara telah memenuhi kriteria dan dapat ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang membahas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap benda-benda bersejarah dan peran pemerintah dalam melestarikan benda-benda bersejarah di Indonesia. Lebih lanjut untuk sistem registrasi Nasional Cagar Budaya dapat diakses masyarakat http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/. Pada pasal 5 Nomor 11 Tahun 2010 Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

  1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
  2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
  3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
  4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Maka dengan Kriteria di atas Jelas bahwa Museum Dewantara Kirti Griya merupakan Cagar Budaya. Dan setiap orang dilarang untuk merusak Cagar Budaya. Menurut pasal 66 UU 11/2010 tentang pelanggaran cagar budaya :

  • setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
  • setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

Adapun sanksinya bagi perusak Cagar Budaya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar. Perbuatan diatas juga merupakan perbuatan yang melanggar norma Hukum yang diantaranya adalah:

Menurut KUHP Pasal 170 ayat (1)

“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”

Menurut KUHP Pasal 489 ayat (1)

“Kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau kesusahan, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.”.

Inilah perlindungan serta keberpihakan hukum terhadap sejarah, agar supaya terwujud pada apa yang menjadi tujuan hukum untuk mencapai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.

Ucapan terakhir, kami berpendapat bahwa walaupun dengan seluruh sanksi di atas suatu objek yang menjadi saksi bisu pada sejarah berharga yang terjadi, pada akhirnya tidaklah dapat menggantikan itu semua, selayaknya sebagai anak bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa kita menjadi akan ini pembelajaran kedepan nya sebagaimana sejarah diperuntukan.

Ditulis oleh:

Muhammad Nadhif Bilnadzary, Moch. Nusantara Aji, dan Agustin Andriyani

[Biro Riset dan Podcast Departemen Kajian dan Diskusi FKPH FH UII]

REFERENSI:

Rujukan Internet

TribunTrends.com, 2023. “BARANG Peninggalan Ki Hadjar Dewantara Rusak, Tawuran di Jogja Jadi Penyebab: Meja & Kursi Dilempar”, [online], accessed 15 June 2023.

Museum Dewantara Kirti Griya, 2021. “Museum memorial tokoh pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara”, [.pdf], accessed 15 June 2023.

Rujukan Peraturan Perundang-undangan

The Hague Convention 1899.

The Hague Convention 1907.

Roerich Pact and the Banner of Peace 1935.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Rujukan Jurnal

Taufik Rachmat Nugraha, “URGENSI PERLINDUNGAN BENDA BERSEJARAH DI INDONESIA BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL”, (2019) MIMBAR HUKUM Volume 31. [394].

--

--

FKPH FH UII
FKPH FH UII

Written by FKPH FH UII

Forum Kajian dan Penulisan Hukum FH UII | BERBAKTI DENGAN JASA DAN KARYA 🗓️

No responses yet