Netflix Documenter “Ice Cold: Murder, Coffe And Jessica”: Benarkah Jessica Tidak Bersalah?
Abstrak
Kasus kopi sianida yang sempat menggemparkan publik pada tahun 2016 silam kembali menjadi sorotan setelah Netflix merilis film dokumenter berdurasi 1 jam 26 menit dengan judul “Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica”. Film dokumenter tersebut mengungkap pertanyaan yang belum terjawab seputar persidangan Jessica Wongso bertahun-tahun setelah kematian sahabatnya, Mirna Salihin. Dengan dihadiri oleh Ayah dari mendiang Mirna Salihin, kemudian Otto Hasibuan selaku pengacara Jessica Mirna, dokumenter ini menjadi topik panas dan bahkan menduduki Top On Netflix peringkat 1. Keadaan seolah-olah berbalik 180 derajat setelah dokumenter rilis, dimana masyarakat mulai mempertanyakan apakah Jessica Wongso memanglah pelaku dari pembunuhan berencana kopi sianida yang menewaskan sahabatnya, Mirna Salihin. Mulai dari pakar-pakar hukum pidana, praktisi, ahli, mahasiswa, dan hampir seluruh lapisan masyarakat meletak perhatiannya terhadap kasus ini. Tulisan ini akan memberikan overview dari keseluruhan isi film dokumenter “Ice Cold” serta pertimbangan-pertimbangan hukum apa yang menjadi polemic pada kasus tersebut.
Latar Belakang
Dokumenter “Ice Cold Jessica — Mirna” mengangkat kasus kontroversial yang terjadi pada 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Jakarta, yang melibatkan Jessica Wongso dan kematian sahabatnya, Mirna Salihin. Kasus ini menciptakan gelombang diskusi dan perhatian publik yang luas di Indonesia. Mulai Februari hingga April 2016, polisi mulai menerima laporan dan melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Pada bulan Juli 2016, Jessica Wongso ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kasus tersebut. Pada bulan Desember 2018, Jessica Wongso didakwa di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Namun, pada November 2019, Mahkamah Agung memutuskan bahwa Jessica Wongso tidak bersalah. Pada bulan April 2020, Mahkamah Konstitusi menyatakan adanya dugaan keterlibatan polisi dalam kasus ini. Proses hukum dihentikan oleh Mahkamah Agung pada bulan September 2021 karena keterbatasan bukti. Kemudian, pada bulan Oktober 2021, Jessica Wongso kembali dikenakan tuduhan sebagai tindak pidana oleh Polda Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada 27 Oktober 2016, hakim menyatakan Jessica Wongso terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin. Hakim menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara karena tindakan Jessica membuat Mirna meninggal dunia dan menjadi perbuatan keji dan sadis.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, penulis menyusun dua rumusan masalah, yaitu:
- Bagaimana jalannya proses persidangan atas kasus yang menimpa Jessica Wongso jika ditelusuri berdasarkan film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffe, and Jessica?
Metode Penelitian
Dalam hal menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, penulis wajib memilih metode yang akan digunakan dalam penelitian hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Adapun metode penelitian yang dipilih adalah yuridis normatif yang bermakna bahwa penulis akan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum serta pendapat para ilmuwan hukum (bersifat doktrinal) yang memiliki kaitan dengan objek penelitian. Dalam hal memperoleh bahan hukum yang akan digunakan, tim penulis menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan yang kemudian akan diolah secara deskriptif kualitatif. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
- Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang digunakan, seperti data yang diperoleh dan atau dikumpulkan oleh peneliti yang melakukan penelitian dari berbagai sumber yang telah ada sebelumnya
Pembahasan
Kasus Jessica Wongso yang menggemparkan Indonesia pada tahun 2016 menjadi salah satu contoh menarik untuk dikaji dalam ranah hukum pidana. Jalannya persidangan yang panjang dan penuh kontroversi menarik perhatian publik dan memicu berbagai pertanyaan tentang kebenaran dan keadilan. Berdasarkan film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica, dapat dipaparkan gambaran umum tentang jalannya persidangan kasus Jessica Wongso. Dimulai dari praperadilan yang diajukan Jessica atas penangkapannya, hingga sidang perdana, pembuktian, pledoi dan duplik, dan akhirnya putusan hakim.
Pada tahap praperadilan, hakim menolak gugatan Jessica, sehingga proses hukum dilanjutkan ke persidangan. Dalam sidang perdana, Jessica didakwa dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Jaksa menghadirkan 34 saksi dan 4 ahli, sedangkan tim kuasa hukum Jessica menghadirkan 13 saksi dan 5 ahli. Tahap pembuktian menjadi fokus utama persidangan. Jaksa menunjukkan bukti CCTV yang memperlihatkan Jessica membeli sianida dan memasukkannya ke dalam gelas kopi Mirna. Ahli forensik pun menyatakan bahwa penyebab kematian Mirna adalah keracunan sianida. Tim kuasa hukum Jessica berusaha mendebat bukti dan kesaksian yang dihadirkan jaksa dengan menghadirkan saksi dan ahli mereka sendiri. Pada tahap pledoi dan duplik, jaksa menuntut Jessica dengan hukuman penjara seumur hidup, sedangkan tim kuasa hukum Jessica memohon kepada hakim agar membebaskan Jessica. Akhirnya, majelis hakim memutuskan Jessica bersalah dan dihukum 20 tahun penjara. Putusan. ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat, ada yang mendukung dan ada yang menentangnya.
Kasus Jessica Wongso menarik untuk dikaji dalam ranah hukum pidana karena beberapa hal, antara lain:
- Pembuktian: Bukti CCTV yang menjadi kunci utama dalam kasus ini menjadi contoh bagaimana teknologi dapat membantu penegakan hukum. Namun, perlu diingat bahwa bukti CCTV tidak berdiri sendiri dan harus diuji keabsahannya dengan bukti-bukti lainnya.
- Keahlian: Peran ahli dalam kasus ini sangat penting untuk membantu hakim dalam memahami fakta-fakta dan menarik kesimpulan. Ahli forensik, ahli psikologi, dan ahli lainnya memberikan keterangan yang membantu hakim dalam menentukan putusan.
- Kontroversi: Kasus ini menuai banyak kontroversi di masyarakat, terutama terkait dengan putusan hakim. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses hukum, selalu ada ruang untuk interpretasi dan perbedaan pendapat.
Kesimpulan
Jalannya persidangan kasus Jessica Wongso memberikan banyak pelajaran berharga dalam ranah hukum pidana. Pentingnya pembuktian yang kuat, peran ahli, dan pertimbangan hakim yang matang menjadi kunci utama dalam mencapai keadilan.
Saran
Berdasarkan analisis kasus Jessica Wongso, terdapat beberapa saran yang dapat diajukan untuk meningkatkan kualitas proses hukum di Indonesia:
- Memperkuat Sistem Pembuktian: Penting untuk memperkuat sistem pembuktian dalam proses hukum di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kredibilitas saksi ahli, serta penggunaan teknologi forensik yang lebih canggih.
- Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas: Proses hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan akses kepada publik untuk mengikuti jalannya persidangan dan memastikan hakim dan jaksa bertindak dengan profesional dan imparsial.
- Memperkuat Peran Peradilan: Peradilan harus diperkuat agar mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan hakim dan jaksa, serta memberikan pelatihan yang berkualitas.
- Meningkatkan Kesadaran Masyarakat: Masyarakat perlu di edukasi tentang hukum dan proses hukum. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan dan seminar hukum, serta meningkatkan akses informasi hukum bagi masyarakat.
Penulis: Nabila Sya’Baniah
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica: http://repository.unika.ac.id/13294/5/12.60.0248%20Christina%20Thiveny%20Putrianti%20BAB%20IV.pdf
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 173/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst: http://repository.unika.ac.id/13294/5/12.60.0248%20Christina%20Thiveny%20Putri