PERTENTANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2024: STUDI KASUS PERMOHONAN IZIN TERHADAP ORGANISASI MASYARAKAT (ORMAS) KEAGAMAAN DALAM PENGELOLAAN LAHAN TAMBANG.
Ilustrasi tambang (Foto: REUTERS/Ilya Naymushin/File Photo)
Pendahuluan:
Belum lama ini salah satu badan hukum privat yaitu Perkumpulan berupa Organisasi Kemasyarakatan (ormas) telah diberikan karpet merah untuk mengelola tambang Mineral dan Batubara (minerba). Pada tanggal 30 Mei 2024, pemerintah melakukan langkah terobosan dengan memberikan izin usaha pertambangan khusus kepada ormas keagamaan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Nomor 25 Tahun 2024).
Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU OK) menyebutkan bahwa ormas dapat berbentuk badan hukum (berbasis anggota) atau tidak berbadan hukum (tidak berbasis anggota). Dalam ormas berbentuk perkumpulan terdapat perkumpulan dalam bidang sosial dan keagamaan. Ormas keagamaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pemberian Pertimbangan Untuk Pengesahan Badan Hukum Organisasi Kemasyarakatan Yang Memiliki Kekhususan di Bidang Keagamaan.
Isi:
Presiden memberikan izin terhadap Ormas keagamaan dalam mengelola tambang melalui. PP Nomor 25 Tahun 2024. Langkah Presiden dalam menetapkan regulasi tersebut menuai banyak pertentangan, karena ketetapan seperti itu belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Terdapat penambahan pasal 83A di antara pasal 83 dan 84 PP Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur tentang penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Sebagaimana disebutkan dalam. Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Pada Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 ayat (2) dijelaskan bahwa WIUPK tersebut merujuk pada wilayah eks atau bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Terdapat 6 (enam) lahan eks PKP2B yang disiapkan untuk diberikan kepada badan usaha organisasi keagamaan, antara lain: PT Arutmin Indonesia, PT Tanito Harum, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MHU) dan PT Kideco Jaya Agung.
Jika kita melihat pada regulasinya, yang dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) secara prioritas berdasarkan hanya ada dua, yaitu BUMN dan BUMD. Menurut Pasal 75 UU Minerba, BUMN dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK. Dalam Pasal 75 UU Minerba juga menyatakan bahwa Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.
Dalam konteks ini kita bisa melihat ormas bukan BUMN dan bukan BUMD, berarti ormas masuk kategori swasta, yang menjadi persoalan adalah diksi “prioritas” yang terdapat dalam Pasal 75 UU Ayat (2) tersebut. Apakah makna prioritas di PP Nomor 25 Tahun 2024 ini adalah tanpa melalui lelang? Jika demikian, dapat dikatakan terdapat permasalahan hukum yang luar biasa sedang berproses dan terjadi. Sebab, Peraturan Pemerintah yang derajatnya lebih rendah dibanding Undang-Undang ternyata bertentangan dengan Undang-Undang atau aturan yang lebih tinggi diatasnya secara teori, ini sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.
Selain bertentangan dengan UU Minerba, PP Nomor 25 Tahun 2024 ini juga bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 yang berbunyi, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 pengelolaan lahan tambang tersebut harus memenuhi regulasi-regulasi yang telah disetujui sebelumnya dan untuk mensejahterakan rakyat bukan hanya untuk kepentingan segelintiran pihak.
Kebanyakan kegiatan usaha pertambangan dilakukan di daerah terpencil, dimana keadaan masyarakatnya masih hidup dengan sangat sederhana, tingkatan pendidikan yang rendah dan kondisi sosial ekonomi umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Pada laih pihak, kegiatan usaha pertambangan membawa pendatang dengan tingkat pendidikan cukup, menerapkan teknologi menengah teknologi tinggi, dengan budaya dan kebiasaan yang kadangkala bertolak belakang dengan masyarakat setempat. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya kesenjangan sosial antara lingkungan pertambangan dengan masyarakat di sekitar usaha pertambangan berlangsung.
Kesimpulan:
Dengan demikian, diperlukan evaluasi mendalam terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Nomor 25 Tahun 2024) ini untuk memastikan bahwa pengelolaan lahan tambang dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Reformasi hukum yang lebih transparan dan berbasis pada konsultasi yang luas dengan semua pihak terkait, termasuk masyarakat lokal dan ahli lingkungan, akan menjadi kunci untuk mengatasi pertentangan dan memastikan keberhasilan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak terkait.
Sumber:
Rujukan Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
________,Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
________,Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan BatuBara.
________,Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
________,Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Pemberian Pertimbangan Untuk Pengesahan Badan Hukum Organisasi Kemasyarakatan Yang Memiliki Kekhususan di Bidang Keagamaan.
Rujukan Jurnal
Manik Jeanne Darc Noviayanti, 2018. “Pengelolaan Pertambangan Yang Berdampak Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Teknik Pertambangan: Promine, Volume 1 Nomor (1).8.
Rujukan Internet:
Tim CNN Indonesia (2024) PBNU Jadi Ormas Agama Pertama Minta Izin Tambang ke Pemerintah. Diakses melalui: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240606124504-85-1106600/pbnu-jadi-ormas-agama-paling-pertama-minta-izin-tambang-ke-pemerintah/amp.
Melisa Lolindu (2024), Jatam : Ormas Keagamaan Kelola Tambang? Rawan Konflik. Available at https://www.dw.com/id/jatam-ormas-keagamaan-boleh-kelola-tambang-rawan-konflik/a-69296095.
Penulis: Herdandi Hutomo & Siti Afifah Khumairoh