REFORMASI PENEGAKAN HUKUM SEBAGAI PONDASI DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045
Indonesia merupakan negara hukum sekaligus juga mengakui bahwa kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat, hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3). John Austin mengemukakan bahwa hukum adalah peraturan yang diadakan untuk memberikan bimbingan kepada makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya. Oleh karena itu, hukum harus bersifat objektif dalam keseluruhan realitas kehidupan bangsa Indonesia, baik itu secara formil maupun materiil. Indonesia sebagai negara hukum memiliki perkembangan dengan perubahan UUD 1945 yang sebelumnya menganut tipe rechtstaat dengan bertumpu pada kepastian hukum lambat laun menuju pada tipe the rule of law yang menciptakan keadilan sekaligus. Gagasan founding fathers yang menginginkan penegakan hukum dapat menciptakan keadilan merata bagi seluruh masyarakat memiliki kepincangan dalam perwujudannya. Budaya intervensi yang identik dengan suatu strata sosial dalam tatanan masyarakat sering kali terjadi dan menyebabkan institusi penegakan hukum kehilangan independensi dalam menegakkan hukum. Judicial Corruption (mafia peradilan) dan lemahnya sistem hukum terkadang menjadi alat bagi setiap penguasa untuk menggunakan kepentingan mereka guna menunjang kekuasaanya semata.
Dalam kurun waktu lima tahun kebelekang belum terlihat adanya perkembangan mengenai hukum di Indonesia. Institusi yang dibentuk pasca reformasi lambat laun diperlemah. Mengutip dalam hasil survey Rule of Law Indeks Tahun 2023-World Justice Project skor RoL Indonesia tahun 2023 adalah 0.53. Laode M Syarif, selaku Direktur Eksekutif KEMITRAAN mengatakan “Skor ini mengindikasikan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia, sesuatu yang jelas memprihatinkan” Syarif juga menambahkan bahwa “Stagnasi ini sudah terjadi sejak tahun 2015 hingga 2023, dimana skor Lor Indonesia konsisten di angka 0.52–0.53”. “Rapor negara hukum indonesia bisa dianggap merah, jika dibandingkan dengan penilaian pada dunia pendidikan”.
Melihat kondisi hukum Indonesia yang tidak memiliki perkembangan dan lembaga institusi yang melemah, tentunya diperlukan reformasi yang diharapkan dapat memberikan kemanfaatan sekaligus kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bukan hanya untuk para segelintir pemegang kekuasaan atas negara. Reformasi sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap penegakan hukum yang dirasakan tidak memberikan dampak perbaikan kesejahteraan masyarakat, juga diperlukan sebagai pondasi dalam mewujudkan rencana masa depan negara Indonesia yang telah dirumuskan tepat setelah 100 tahun merdeka, yakni Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional 2025 – 2045 menuju Indonesia Emas 2045. Salah satu agendanya yakni reformasi hukum dan supremasi hukum untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju, berdaulat, berkelanjutan, dan merdeka pada tahun 2045. Generasi saat ini memegang peran yang sangat krusial dalam memajukan masa depan Indonesia, khususnya reformasi penegakan hukum yang diharapkan sebagai dasar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa “sistem hukum terdiri dari tiga elemen yaitu aparat penegak hukum, isi aturan hukum, dan budaya hukum”. Struktur hukum dalam hal ini tidak hanya berorientasi pada lembaga peradilan sebagai pemegang peran yang sangat penting dalam reformasi hukum, namun juga pada birokrasi pemerintahan. Reformasi yang dibutuhkan Indonesia sebagai pondasi untuk mengukuhkan Indonesia Emas 2045 adalah penegakan hukum. Dalam kepenulisan essay ini penulis memaknai reformasi sebagai penataan kembali Penegakan Hukum agar dapat dijadikan sebagai pondasi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Di Indonesia sendiri telah terjadi penumpukan pada bidang regulasi, sehingga menyebabkan birokrasi yang berbelit akibat peraturan yang tidak fleksibel. Montesquieu menyatakan “untuk menghindari segala perubahan yang tidak penting dalam undang-undang, undang-undang yang sulit dilaksanakan, dan undang-undang yang tidak diperlukan, karena akan memperlemah otoritas sistem hukum”. Reformasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dari tiga sudut pandang yaitu reformasi untuk penguatan substansi peraturan perundang- undangan, reformasi untuk penguatan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan, dan reformasi penguatan kelembagaan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa “Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.” Maka terdapat lima tahapan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Reformasi atau dalam Bahasa Inggrisnya “Reformation” yang memiliki arti penyatuan atau penyusunan kembali, merupakan salah satu cara agar suatu rezim yang sedang berkuasa menggunakan kekuasaannya secara sewenang dapat dituntut untuk digantikan kekuasaan atau sistem yang sedang berjalan. Pengertian dari reformasi tidak hanya dapat diartikan sempit sebagai pembaharuan dalam segi kekuasaan dan wewenang. Jika mengacu pada arti reformasi oleh Rochmat Soemitro yang mengartikan “reformasi pajak merupakan perombakan perpajakan sampai ke akar-akarnya, baik mengenai dasar filosofisnya, asas-asas, prinsip-prinsip, cara pemungutan maupun tarif pajak. Maka, makna dari reformasi tersebut sangat luas, mendasar, prinsipil dan holistik”.
Reformasi hukum dapat dikatakan sebagai sebuah jawaban terhadap bagaimana penegakan hukum di Indonesia selama ini diselenggarakan. Penegakan hukum yang diskriminatif, yang mana banyak sekali terjadi praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum, salah satu praktik tersebut adalah proses peradilan yang di rekayasa. Situasi hukum di atas sangat sama seperti apa yang pernah di deskripsikan oleh seorang Filsuf Yunani yaitu, Plato mendeskripsikan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. Artinya walaupun hukum terus-menerus dicoba untuk ditegakkan, akan tetapi hukum tersebut akan tetap tumpul jika menjerat orang yang kuat dan kaya. Apabila penegakan hukum masih banyak penyimpangan dan kepincangan dalam proses penegakannya, maka penegakan hukum tersebut dianggap tidak efektif. Mengutip dari teori efektivitas penegakan hukum oleh Soerjono Soekanto, hukum dapat dikatakan efektif apabila terdapat dampak hukum yang positif, sehingga hukum dapat mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia mejadi perilaku hukum.
Roscoe Pound mengatakan bahwa “Law as Tool of Social Engineering” hukum berfungsi sebagai alat rekayasa pembaruan masyarakat, tetapi dalam kenyataan bergeser hukum di indonesia sebagai alat merekayasa pembenaran kejahatan. Maka jelas hukum memerlukan reformasi agar dapat merubah asumsi yang semula hukum di anggap hanya berlandaskan ide-ide diskriminatif menjadi ide-ide persamaan di depan hukum (equality before the law). Reformasi yang dilakukan juga agar dapat menjadikan hukum sebagai pondasi dan menyelaraskan dengan tujuan dari rencana pembangunan jangka panjang nasional 2025 – 2045 menuju Indonesia Emas 2045. Agar reformasi hukum memiliki sebuah arah dalam misi perwujudan Indonesia Emas 2045, maka diperlukan sebuah kerangka, antara lain :
a. Dilakukan penataan kembali struktur dari lembaga-lembaga hukum yang ada, termasuk sumber daya manusia yang berkualitas;
b. Merumuskan kembali hukum yang adil;
c. Meningkat penegakanhukum dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses penegakannya;
d. Memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat.
Kepastian hukum masih ditegakkan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan atau pendekatan legislatif, belum ditegakkan melalui pendekatan penegakan hukum oleh peradilan sebagai harapan terakhir oleh masyarakat untuk mencari keadilan atau pendekatan law enforcement dan an independent judiciary. Meskipun supremasi hukum sudah diteriakkan sekeras-kerasnya, namun sejalan dengan penghormatan hukum hanya sebatas formalistik dan prosedural. Institusi dan aparat penegak hukum hanya mengedepankan formal justice semata tanpa memperdulikan substansial justice.
Reformasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari suatu peraturan perundang-undangan baik individual maupun integral, hendaknya suatu perubahan dilakukan dengan komprehensif dan utuh. Hingga saat ini reformasi hukum belum dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, terbukti dari masih maraknya praktik judicial corruption, KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas hingga saat ini, dan sebagainya. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa hambatan maupun halangan penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum dapat diatasi dengan cara mendidik, membiasakan diri untuk mempunyai sikap-sikap antara lain sikap terbuka, senantiasa siap menerima perubahan, memiliki kepekaan terhadap masalah yang sedang terjadi, senantiasa mempunyai informasi yang lengkap, orientasi masa kini dan masa depan, dapat mengembangkan potensi, berpegang teguh pada suatu perencanaan, percaya pada kemampuan teknologi, dan menghormati setiap hak dan kewajiban orang. Merujuk pada hambatan yang telah disebutkan, setidaknya secara konsep yang perlu dicapai dalam reformasi penegakan hukum dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045 yaitu:
- Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara;
- Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas, dan tidak memihak;
- Aparatur penegak hukum yang profesional;
- Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan;
- Pemajuan dalam perlindungan HAM;
- Partisipasi publik; dan
- Mekanisme kontrol yang efektif.
Dari penjelasan tersebut penulis berpandangan bahwa apabila penegakan hukum mengalami stagnasi bahkan pelemahan secara bertahap dan sistematis, berakibat buruk terhadap efektivitas penegakan hukum. Reformasi penegakan hukum dirasa penting saat ini agar dapat menjadi pondasi dan sejalan dengan visi-misi yang sudah dirancang sejak 100 tahun lalu yakni menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju, berdaulat, berkelanjutan, dan merdeka.
Reformasi penegakan hukum dapat dilakukan dengan memperkuat substansi undang-undang agar dapat menghindari segala perubahan yang sekiranya tidak perlu diubah karena akan memperlemah otoritas sistem hukum, yang mana sampai saat ini terjadi penumpukan hukum yang mengakibatkan peraturan tidak fleksibel. Akan tetapi, yang paling utama adalah reformasi pada kesadaran masyarakat dan lembaga penegak hukumnya karena kedua hal tersebut merupakan aktor utama dari suksesnya penegakan hukum. Apabila semua perubahan sudah dilakukan dan berjalan sesuai dengan yang seharusnya, maka hukum demokratis yang kembali hidup dapat dijadikan pondasi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Daftar Pustaka
Buku
Tim Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. (2019). Menggagas Arah Kebijakan Reformasi Regulasi di Indonesia: Prosiding Forum Akademik Kebijakan Reformasi Regulasi 2019. Jakarta: Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (YSHK).
Jurnal
Sunarno. (2011). Negara Hukum Yang Demokratis. Jurnal Wacana Hukum, Vol.10, No.1
Ansori, L. (2017). REFORMASI PENEGAKAN HUKUM PERSPEKTIF
HUKUM PROGRESIF. Jurnal Yuridis, Vol.4, No.2
Siregar,N.(2018).EFEKTIVITASHUKUM.JURNALILMU PENGETAHUAN DAN KEMASYARAKATAN, Vol.18, No.2.
Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Internet
Hukum Online, Mengawal Reformasi Hukum Menuju Indonesia Emas 2045,25Maret2024.
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengawal-reformasi- hukum-menuju-indonesia-emas-2045-lt6600e1613aa1b/
Hukum Online, Skor Indeks Negara Hukum Indonesia 2023 Stagnasi Rapor MasihMerah,26Oktober2024.
https://www.hukumonline.com/berita/a/skor-indeks-negara-hukum- indonesia-2023-stagnasi – rapor-masih-merah-lt6539f6d64be0c/
Disusun oleh: Muhamad Raid Fadhil Zulfahmi & Maysa Masyhura Nursalam