Trial By The Press | Pencederaan Asas Praduga Tak Bersalah Oleh Pers

Pendahuluan

FKPH FH UII
2 min readFeb 26, 2024

Pers merupakan sarana komunikasi massa, penyebar informasi sekaligus opini, hingga dapat menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat. Selain itu pers dapat menjadi alat kontrol bagi pemerintah, artinya pers memiliki hak untuk mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Landasan kebebasan pers di Indonesia ditegaskan dengan lahirnya Undang-Undang no.40 tahun 1999. Namun Lembaga pers terkadang tidak secara hati-hati dalam memberikan berita dan informasi mengenai perkara pidana, baik dalam penggunaan bahasa dan pemilihan diksi yang dapat menyudutkan salah satu pihak sehingga memancing publik untuk menyimpulkan sendiri atau berspekulasi atas bersalah atau tidaknya seseorang yang akhirnya terjadi paraktik Trial by the Press.

Asas Praduga Tak Bersalah

Asas yang menjamin bagi seseorang yang diproses dalam peradilan; disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai putusan pengadilan itu ditetapkan. Anggapan tidak bersalah ini adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi dengan melalui proses hukum yang adil.

Dasar hukum dari asas praduga tak bersalah diatur dalam KUHAP; asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf c KUHAP, dan pasal asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman.

Trial by The Press

Pada hakikatnya pers tidaklah memiliki kewenangan untuk menyatakan seseorang bersalah atau tidak bersalah. Pers juga tidak memiliki legitimasi untuk memberikan cap, stigma dan label negatif yang belum terbukti secara hukum kepada siapa pun dan dalam berita apa pun. Namun pada kenyataannya keberadaan praktik trial by the press secara hukum bertentangan dengan prinsip yang dikenal prinsip praduga tak bersalah (Presumption of innocence), yang menempatkan seseorang tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Summary

John Locke (Two Treatises of Civil Government), menyatakan kebebasan seseorang dibatasi kebebasan orang lain. Kebebasan pers untuk memberitakan sesuatu dibatasi kewajiban menghormati kebebasan hakim sebagai cara melindungi pencari keadilan untuk memperoleh putusan yang tepat, benar, dan adil. Pembatasan kebebasan bertumpu juga pada tiga tungku Revolusi Perancis: liberte, egalité, dan fraternité. Dalam kaitan dengan egalité, kebebasan berarti kebebasan diantara orang yang mempunyai kedudukan yang sama (liberty among the equals). Dalam kaitan dengan fraternité, kebebasan tidak boleh mencederai persatuan, persaudaraan. Kebebasan tidak boleh mencederai harmoni.

Rekomendasi

Sistem Pengawasan

Trial by the presspolicy brief Kebebasan pers tidak perlu untuk di batasi sebab kebebasan pers sendiri merupakan bentuk dari ber-demokrasinya suatu negara. Namun disamping itu diperlukan sistem pengawasan agar Pers tidak menimbulkan praktik Trial by the Press tersebut. Aktivitas politikpun harus turut di perbaiki, sebab apabila aktivitasnya baik maka produk hukumnya baik pula

Sistem Peradilan

Hakim yang bagai suara tuhan dalam memutus perkara peradilan haruslah dijaga independensi nya. Hakim bersifat independen dan didasarkan pada 2 alat bukti, keyakinan hakim, dan pandangan masyarakat. Akan tetapi pers dapat menggiring opini yang bahkan faktanya atau kebenarannya belum terbukti. Untuk itu diperlukannya perbaikan sistem peradilan yang menjaga sifat independent hakim.

--

--

FKPH FH UII
FKPH FH UII

Written by FKPH FH UII

Forum Kajian dan Penulisan Hukum FH UII | BERBAKTI DENGAN JASA DAN KARYA 🗓️

No responses yet